A. NILAI-NILAI
INSTRUMENTAL EKONOMI ISLAM
Setiap sistem ekonomi memiliki nilai
instrumental tertentu berdasarkan pada landasan filosofis yang dianutnya. Dalam
sistem ekonomi kapitalis, nilai instrumentalnya adalah persaingan sempurna,
kebebasan keluar-masuk pasar tanpa restruksi, informasi dan bentuk pasar yang
atomistik-monopolistik. Sedangkan pada sistem ekonomi sosialis, nilai
instrumentalnya adalah perencanaan ekonomi terpusat, sistem komando yang
mekanistik, pemilikan faktor-faktor produksi oleh kaum proletar secara
kolektif. Berbeda dengan nilai instrumental ekonomi kapitalis dan sosialis,
dalam sistem ekonomi Islam nilai instrumentalnya ada lima, yaitu : zakat,
larangan riba’, kerjasama, jaminan sosial, dan peranan negara. Kelima nilai instrumental
strategis ini mempengaruhi tingkah laku ekonomi seorang Muslim, masyarakat, dan
pengembangan ekonomi pada umumnya (dalam Ali, 1988:9).
1.
Zakat
Zakat adalah kewajiban keagamaan
yang dibebankan atas harta kekayaan yang dimiliki seseorang menurut aturan
tertentu yang harus didistribusikan kepada delapan kelompok sasaran (asnaf).
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ
فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat
itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Taubah :60)
Di dalam
Al-Qur’an, perintah zakat selalu dirangkaikan dengan perintah sholat. Hal ini
menunjukkan pentingnya shalat dan zakat sekaligus dalam membentuk kehidupan
masyarakat yang harmonis. Perlu ditegaskan pula bahwa zakat bukanlah pajak yang
merupakan sumber pendapatan negara. Oleh karena itu, orang yang berkewajiban
membayar zakat, bukan berarti bebas membayar pajak negara.
Walaupun
kekayaan merupakan suatu hakikat dari pajak dan zakat, namun pada dasarnya
zakat berbeda dari pajak. Pasalnya, pajak (pajak penghasilan) dikenakan pada
pendapatan, sedangkan zakat itu cakupannya lebih komperhensif. Artinya, zakat
bukan bunga yang dibebankan pada tabungan, tetapi juga pada harta benda,
terutama harta kekayaan yang tertimbun dan tidak digunakan. Zakt merupakan
perintah Illahi kepada orang Islam yang harus dibayarkan secara sukarela.
Karena zakat buan pajak, maka pemerintah tidak dapat bebas menggunakan uang
yang dipungut dari zakat. Distribusi zakat harus ditujukan kepada kelompok yang
telah ditentukan dalam Al-Qur’an.
Peranan zakat,
baik zakat harta maupun zakat fitrah dalam pemerataan pendapatan, akan kentara
bila dihubungkan dan dilaksanakan dengan nilai instrumental lainnya.
2.
Larangan
Riba’
Di dalam Al-Qur’an maupun hadist,
berulang kali ditegaskan perihal larangan riba’, di antaranya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”(Q.S.Al-Baqarah :278)
Riba’ berarti
bertambah atau mengembang. Menurut istilah, riba’ adalah tambahan dalam
pembayaran hutang sebagai imbalan jangka waktu selama hutang tersebut belum
terbayar. Riba’ terdiri dari beberapa jenis, yaitu : riba’ fadhal, qardhi,
yadh, dan nasi’ah. Namun yang relevan dengan kasus ini adalah riba’ nasi’ah
dan fadhal.
Riba’ nasi’ah
adalah tambahan yang terjadi dalam hutang-piutang berjangka waktu sebagai
imbalam waktu tersebut. Riba’ nasi’ah juga disebut riba’ jahiliyah,
karena biasa dilakukan pada zaman jahiliyah. Riba’ tersebut dilarang,
karena ada unsur eksploitasi manusia atas manusia, pemerasan oleh orang kaya
terhadap orang miskin. Sedang riba fadhal adalah tambahan yang diperoleh
seseorang sebagai hasil pertukaran dua barang yang sejenis. Misalnya,
pertukaran antara 1 gram emas dengan 2 gram emas. Kelebihan yang dipertukarkan
tersebut dinamakan riba’ fadhal.
3.
Kerjasama
Ekonomi
Kerjasama
ekonomi merupakan watak masyarakat ekonomi menurut Islam. Kerjasama ekonomi
harus dilaksanakan dalam semua tingkat kegiatan ekonomi, produksi, distribusi
barang atau jasa. Salah satu bentuk kerjasama ekonomi yang sesuai dengan ajaran
Islam adalah Qiradh. Qiradh adalah kerjasama antara pemilik modal
dengan pengusaha yang memiliki keahlian dalam melaksanakan unit-unit ekonomi.
Dalam dunia ekonomi, qiradh dikenal dengan penyertaan modal (participatory
loan) tanpa bunga yang didasarkan pada bagi hasil (profit loss sharing)
atas usaha yang disepakati.
Dalam
operasionalisasi perbankan Islam, qiradh mempunyai dua bentuk, yaitu : mudharabah
dan murabahah. Di dalam mudharabah, bank Islam membiayai seluruh
operasi unit ekonomi, sedangkan pengusaha yang memiliki keahlian dan tenaga
kerja sebagai pelaksana operasi kegiatan unit ekonomi. Di dalam murabahah, pembiayaan
kegiatan unit ekonomi oleh bank Islam itu untuk perdagangan dalm negeri maupun
luar negeri atas dasar keuntungan.
4.
Jaminan
Sosial
Di dalam
Al-Qur’an banyak dijumpai ajaran yang mengatur kehidupan sosial-kemasyarakatan,
termasuk ajaran yang bertujuan untuk menjamin tingkat dan kualitas hidup
minimum bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut, antara lain :
a.
Manfaat
sumber daya alam harus dapat dinikmati oleh semua makhluk Allah.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ
بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di
bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat
(juga) seperti kamu....” (Q.S. Al-An’am :38)
وَالْأَرْضَ
وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ
“Allah
telah memeratakan bumi untuk makhluk-Nya.”(Q.S.Al-Rahman :10)
b.
Kehidupan
fakir-miskin (dhuafa’) harus mendapat perhatian dari masyarakat yang
mempunyai kekayaan lebih dari cukup (aghaniya’).
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ
حَقٌّ مَعْلُومٌ
“Orang-orang
yang dalam hartanya ada bagian tertentu (untuk orang lain)” (Q.S.Al-Ma’arij
:24)
c.
Kekayaan
tidak boleh hanya berputar di antara orang-orang kaya.
الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ
“yang mengumpulkan harta
dan menghitung-hitung,”(Q.S.Al-Humazah :2)
d.
Orang
Islam diperintahkan agar selalu berbuat kebaikan kepada masyarakat, sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepada semua manusia.
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“....dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,...”(Q.S.
Al-Qashash :77)
e.
Orang
Muslim yang tidak mempunyai kekayaan diperintahkan agar bersedia menyumbangkan
tenaganya untuk tujuan sosial.
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي
الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ
“(Orang-orang munafik itu)
yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan
sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan)
selain sekedar kesanggupannya....”(Q.S. Al-Taubah :79)
f.
Dalam
menyumbangkan sesuatu untuk kepentingan sosial dan kepentingan pribadi serta
keluarganya sebagai unit terkecil dalam masyarakat, seorang Muslim dilarang
mencari pujian dari sesama manusia.
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ
“Mereka bersumpah kepada
kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya
itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang
yang mukmin.”(Q.S. Al-Taubah :62)
g.
Jaminan
sosial harus diberikan, sekurang-kurangnya, kepada ereka yang disebutkan dalam
Al-Qur’an sebagai pihak yang berhak atas jaminan sosial (QS. Al-Baqarah: 273
dan Al-Taubah: 60).
5.
Peranan
Negara
Campur tangan
negara itu sebagai pemilik manfaat dari sumber-sumber daya alam, produsen,
distributor, dan sebagai institusi pengawas kehidupan ekonomi melalui lembaga
hisbah (pengawasan). Peranan negara diperlukan dalam instrumentasi dan
funsionalisasi nilai-nilai ekonomi Islam dalm aspek legal, perencanaan, dan
pengawasannya dalam pengalokasian sumber-sumber daya maupun dana, pemerataan
pendapatan dan kekayaan, serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
B. SISTEM EKONOMI ISLAM DI ANTARA KAPITALISME DAN SOSIALISME
Jika
dipandang semata-mata dari tujuan dan prinsip ekonomi, tidak ada perbedaan
antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain. Sebab semua sistem
ekonomi, termasuk sistem ekonomi Islam, menurut Daud Ali, bekerja di atas
tujuan yang sama, yaitu mengupayakan pemuasan atas berbagai keperluan hidup,
baik hajat hidup pribadi maupun hajat hidup masyarakat secara keseluruhan. Di
samping itu, setiap sistem ekonomi bekerja di atas motif ekonomi yang sama,
yaitu berusaha mencapai hasil sebesar-besarnya dangan tenaga dan ongkos
seminim-minimnya.
Namun
jika dilihat dari perbedaan keperluan hidup yang harus dipenuhi, terdapat
perbedaaan dalam pelaksanaan tujuan, terutama dalam pelaksanaan prinsip
ekonomi. Karena perbedaan-perbedaan itu pula, muncul beragam sistem ekonomi
yang mempengaruhi pemikiran dan kegiatan ekonomi manusia sekarang ini, yaitu
sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Disamping kedua sistem ekonomi itu, kini
sedang dikembangkan satu sistem ekonomi yang disebut sistem ekonomi Islam.
Sistem
ekonomi Islam sangat berbeda dari ekonomi kapitalis maupun sosialis. Ekonomi
Islam bukan pula berada di tengah-tengah antara keduanya, karena sangat
bertolak-belakang dengan sistem ekonomi kapitalis yang lebih bersifat
individual dan sistem ekonomi sosialis yang memberikan hampir semua tanggung
jawab kepada penetunya yang boleh dan tidak boleh ditransaksikan.
Sistem
ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem-sistem
ekonomi lainnya. Adapun yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan
sistem-sistem ekonomi lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh Suroso (dalam
Lubis, 2000:15), adalah :
1.
Asumsi
dasar dan norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi yang
diberlakukan. Dalam sistem ekonomi Islam, yang menjadi asumsi dasarnya adalah
syariat Islam. Syariat Islam tersebut diberlakukan secara menyeluruh, baik
terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, pengusaha maupun pemerintah
di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk keperluan jasmani maupun
rohani. Perintah agar melaksanakan ajaran Islam dalam seluruh kegiatan umat
Islam dapat dilihat dalam Q.S. Al-Baqarah : 208.
2.
Prinsip
ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan alam. Hal ini dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S.
Al-Rum : 41.
3.
Motif
ekonomi Islam adalah mencari keseimbangan dunia dan akhirat dengan jalan
beribadah dalam arti yang luas. Persoalan motif ekonomi menurut pandangan Islam
dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S. Al-Qashash : 77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar