MANAGEMEN PENDIDIKAN
BAB 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kepekaan
melihat kondisi global yang bergulir dan peluang masa depan menjadi modal utama
untuk mengadakan perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan. Modal ini akan
dapat menjadi pijakan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik
inilah diperlukan berbagai komitmen untuk perbaikan kualitas. Ketika melihat
peluang, dan peluang itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi pijakan untuk
mengembangkan pendidikan yang disertai komitmen yang tinggi, maka secara otomatis
akan terjadi sebuah efek domino (positif) dalam pengelolaan organisasi,
strategi, SDM, pendidikan dan pengajaran, biaya, serta marketing pendidikan.
Untuk
menuju point education change (perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka
manajemen pendidikan adalah hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan
pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Walaupun masih
terdapat institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam
pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional,
sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari
modernitas.
Jika
manajemen pendidikan sudah tertata dengan baik dan membumi, niscaya tidak akan
lagi terdengar tentang pelayanan sekolah yang buruk, minimnya profesionalisme
tenaga pengajar, sarana-prasarana tidak memadai, pungutan liar, hingga
kekerasan dalam pendidikan.
1.2 Tujuan
1.2.1
Mampu memahami arti pendidikan sebagai
sebuah system managemen pendidikan.
1.2.2
Mampu menjelaskan pendidikan sebagai
sebuah system managemen pendidikan.
1.2.3
Mampu mengamalkan pendidikan sebagai
sebuah system managemen pendidikan.
1.3 Rumusan
Masalah
1.3.1
Bagaimana pendidikan sebagai sebuah
system managemen pendidikan?
1.3.2
Apa saja unsur, komponen, dan
faktor-faktor pendidikan ?
1.3.3
Apa saja azas-azas pendidikan dan
landasan kependidikan ?
1.3.4
Bagaimana peserta didik dan aspek -
aspeknya ?
1.3.5
Bagaimana pendidik dan aspek – aspeknya
?
1.3.6
Bagaimana dengan isi / kurikulum
pendidikan ?
1.3.7
Apa yang dimaksud dengan alat, media,
dan teknologi pendidikan ?
1.3.8
Bagaimana dengan strategi, pendekatan
dan metode pendidikan ?
1.3.9
Bagaimana dengan lingkungan (
environment ) pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan
sebagai sebuah system manajemen pengelolaan
2.1.1
Unsur, komponen dan faktor-faktor pendidikan
Secara umum unsur-unsur
dasar pendidikan terdiri atas 7 unsur yaitu :
1. Subyek yang dibimbing (peserta didik)
2. Orang yang membimbing (pendidik)
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
1. Subyek yang dibimbing (peserta didik)
2. Orang yang membimbing (pendidik)
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Dalam aktivitas ada
enam faktor pendidikan yang dapat membentuk pola interaksi atau saling
mempengaruhi. Adapun keenam faktor pendidikan tersebut, meliputi :
A. Faktor tujuan - Adalah usaha pencapaian oleh peserta didik tentang hasil praktek pendidikan baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat secara luas.
B. Faktor pendidikan - Dalam hal ini kita dapat membedakan pendidikan itu menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Pendidik menurut kodrati, yaitu orang tua.Sebagai orang tua wajib pertama sekali memberikan didikan kepada anaknya, selain asuhan, kasih sayang, perhatian dan sebagainya.
A. Faktor tujuan - Adalah usaha pencapaian oleh peserta didik tentang hasil praktek pendidikan baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat secara luas.
B. Faktor pendidikan - Dalam hal ini kita dapat membedakan pendidikan itu menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Pendidik menurut kodrati, yaitu orang tua.Sebagai orang tua wajib pertama sekali memberikan didikan kepada anaknya, selain asuhan, kasih sayang, perhatian dan sebagainya.
2. Pendidik menurut jabatan yaitu guru. Guru
adalah sebagai pendidik yang menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu
orang tua, masyarakat dan Negara. Tanggung jawab dari orang tua diterima guru
atas kepercayaan yang mampu memberikan pendidikan dan pengajaran dan diharapkan
pula dari pribadi guru dapat memancarkan sikap-sikap yang normatif baik,
sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat orang tua pada umumnya.
C. Faktor peserta didik
- Adalah orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang
menjalankan kegiatan pendidikan.
D. faktor isi / materi pendidikan yang termasuk dalam arti / materi pendidikan ialah segala sesuatu oleh penddidk yang akan langsung disampaikan kepada peserta didik.
E. Faktor metode pendidikan - Agar interaksi dapat berlangsung baik dan tercapai tujuan, maka disamping dibutuhkan pemilihan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula. Metode adalah cara menyampaikan materi untuk mencapai tujuan pendidikan.
F. Faktor lingkungan - Adalah yamg meliputi kondisi dan alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan manusia.
D. faktor isi / materi pendidikan yang termasuk dalam arti / materi pendidikan ialah segala sesuatu oleh penddidk yang akan langsung disampaikan kepada peserta didik.
E. Faktor metode pendidikan - Agar interaksi dapat berlangsung baik dan tercapai tujuan, maka disamping dibutuhkan pemilihan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula. Metode adalah cara menyampaikan materi untuk mencapai tujuan pendidikan.
F. Faktor lingkungan - Adalah yamg meliputi kondisi dan alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan manusia.
2.1.2
Azas-azas pendidikan dan landasan
kependidikan
·
Azas –
azas pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu
kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus pendidikan di Indonesia, terdapat
sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan
itu. Asas-asas tersebut bersumber baik dari kecenderungan umum pendidikan di
dunia maupun yang bersumber baik dari pemikiran dan pengalaman sepanjang
sejarah upaya pendidikan di Indonesia.
1. Asas
Tut Wuri Handayani
Asas tut wuri
handayani, yang kini menjadi semboyan Depdikbud, pada awalnya merupakan salah
satu dari “Asas 1922” yakni tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa
(didirikan 3 Juli 1922). Asas ataupun semboyan tut wuri handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hajar
Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari Drs. R.M.P. Sostrokartono (filsuf
dan ahli bahasa) dengan menambahkan semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing
Ngarso Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa. (Raka Joni, et. al. 1985: 38;
Wawasan Kependidikan Guru, 1982:93).
Kini ketiga semboyan
tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:
-
Ing ngarso sang tulada (jika di depan,
menjadi contoh)
-
Ing madya mangun karsa (jika di
tengah-tengah, membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi),dan
-
Tut wuri handayani (jika di belakang,
mengikuti dengan awas)
2. Asas
Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang
hayat (life long learning) merupakan
sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Pendidikan seumur hidup adalah pendidikan
yang harus:
a. Meliputi
seluruh hidup setiap individu.
b. Mengarah
kepada pembentukan, pembaruan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatan kondisi hidupnya.
c. Tujuan
akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu.
d. Meningkatkan
kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.
e. Mengakui
kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termassuk yang
formal, non-formal dan informal.
3. Asas
Kemandirian dalam Belajar
Baik asas tut wuri handayani maupun belajar
sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam
belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan
siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar. Asas belajar sepanjang
hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik
mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin seseeorang
belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan guru maupun
orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan
menepatkan guru dalam peran utama sebagai
fasilitator dan motivator, di samping peran-peran lain: informator,
organisator, dan sebagainnya. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan
dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga mamudahkan peserta
didik berinteraksi denagn sumber-sumber tersebut. Sedang sebagai motivator,
guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber
belajar itu. Pengembangan kemandirian dalam belajar ini dimulai dalam kegiatan
intrakurikuler, yang dikembangkan dan dimantapkan dalam kegiatan kokurikuler
dan ekstrakurikuler. Kegiatan tatap muka atau intrakurikuler berfungsi
membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara pemanfaatan berbagai sumber
belajar,yang akan menjadi dasar pengembangan kemandirian dalam belajar di dalam
bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri, atau kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler itu.
·
Landasan
kependidikan
Pendidikan adalah suatu
yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke generasi di
mana pun di dunia ini. Meskipun pendidikan itu universal, namun terjadi
perbedaan-perbedaan tertentu sesuai dengan pandangan hidup dan latar sosial
kebudayaan setiap masyarakat tertentu.
Dengan kata lain, pendidikan diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup
serta berlandasskan sosiokultural setiap masyarakat.
1. Landasan
Filosofis
Landasan filosofis
merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang
berusaha menelaah masalah-masalah pokok, seperti: apakah pendidikan itu,
mengapa pendidikan itu diperlukan, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah
landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat. Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa
Yunani, philein berarti mencintai,
dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah
sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan
konsepsi-konsepsi dalam kehidupan dan dunia. Konsepsi-konsepsi filosofis tentang
kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor, yaitu:
a. Religi
dan etika yang bertumpu pada keyakinan.
b. Ilmu
pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada diantara keduanya,
kawasannya seluas dengan religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan
karena filsafat timbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia.
Terdapat kaitan yang
erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra
tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra
itu. Filsafat pendidikan berupaya menjawab secara kritis dan mendasar berbagai
pernyataan pokok sekitar pendidikan, seperti apa, mengapa, ke mana, bagaimana,
dan sebagainya dari pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu
untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam
pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan tidak segera tampak,
sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan
ketepatannya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan. Ketepatan setiap
keputusan dan tindakan, serta diikuti dengan upaya pemantauan dan penyesuaian
yang menerus, sangat penting karena koreksi setelah diperoleh hasilnya akan
sangat sulit dan sudah terlambat.
Kajian-kajian yang
dilakukan oleh berbagai cabang filsafat akan besar pengaruhnya terhadap
pendidikan, karena prinsip-prinsip dan
kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang
pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan
hasil kajian antara lain tentang:
a. Keberadaan
dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, seperti yang disimpulkan
sebagai zoon politicon, homo sapiens,, animal educandum, dan sebagainya.
b. Masyarakat
dan kebudayaannya.
c. Keterbatasan
manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
d. Perlunya
landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan.
Wayan
Ardana dan kawan-kawan mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan
hanya mempengaruhi pendidikan, tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat
pendidikan, seperti; idealisme, realisme, perenialisme,
esensialisme,pragmatisme progresivisme, juga eksisistensialisme. Pragmatisme
merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai
dari segi nilai kegunaan praktis; dengan kata lain, paham ini menyatakan yang
berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan kepada kemanfaatan
dari sesuatu itu kepada manusia.
Aliran
filsafat yang bercorak keagamaan ikut pula mempengaruhi pemikiran tentang
pendidikan, baik pada permulaan filsafat Yunani kuno maupun/terutama pada era
pengaruh filsafat yang dipengaruhi agama Islam, Hindu, Katolik, Protestan, dan
sebagainya. Meskipun seringkali terjadi pertentangan antara agama dan filsafat,
namun terdapat beberapa tokoh besar yang mengemukakan pandangan filosofis yang
berpijak pada filsafat agama, seperti Ibnu Sina, Al-Gazali, dan Ibnu Rusd dari
agama Islam. St, Thamas Aquinas dari agama Katolik, Laotse dari Tacis di China,
dan sebagainya.
Selanjutnya
perlu dikemukakan secara ringkas empat mahzab filsafat pendidikan yang besar
pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan, adalah sebagai
berikut:
1)
Esensialisme
Esensialisme merupakan
mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme.
Esensialisme itu menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme
dengan tidak meleburkan prnsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan dasar
tinjauan filosofis bagi mata pelajaran sejarah, sedangkan ilmu pengetahuan alam
diajarkan berdasarkan tinjauan yang realistik.
2)
Perenialisme
Ada persamaan antara
perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya
membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang
pokok-pokok . perbedaanya, ialah perenialisme menekankan keabadian teori
kehikmatan, yaitu: pengetahuan yang benar, keindahan, da kecintaan kepada
kebaikan.
3)
Pragmatisme dan Progresivisme
Progresivisme atau
gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan
diri pada beberapa prinsip antara lain:
a. Anak
harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar.
b. Pengalaman
langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belejar.
c. Guru
harus menjadi seorang penelitidan pembimbing kegiatan belajar.
d. Sekolah
progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk
e. melakukan
reformasi pedagogis dan eksperimentasi.
4)
Rekonstruksionisme
Mazhad rekontruksionisme adalah
suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam pendidikan.
Individu tidak hanya belajar tentang pengalaman kemasyarakatan masa kini di
sekolah, tetapi haruslah memelopori masyarakat ke arah masyarakat baru yang
diinginkan. Dengan demikian, tidak setiap individu dan kelompok akan memecahkan
masalah kemasyarakatan secara sendiri-sendiri sebagai akses progesivisme.
Oleh karena itu, sekolah perlu
mengembangkan suatu ideologi kemasyarakatan yang demokratis. Keunikan mazhab
ini ialah teorinya mengenai peranan guru, yakni sebagai pemimpin dalam metode
proyek yang memberi peranan kepada murid cukup besar dalam proses pendidikan.
Namun sebagai pemimpin penelitian, guru dituntut supaya menguasai sejumlah
pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan pertumbuhan muridnya.
2. Landasan
Sosiologis
Manusia selalu hidup
berkelompok, sesuatu yang juga terdapat pada makhluk hidup lainnya, yakni
hewan. Meskipun demikian, pengelompokkan manusia jauh lebih rumit dari
pengelompokkan hewan. Pada hewan, hidup berkelompok memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a.
Ada pembagian kerja yang tetap pada
anggotanya.
b.
Ada ketergantungan antara anggota.
c.
Ada kerja sama antara anggota.
d.
Ada komunikasi antara anggota.
e.
Ada diskriminasi antarindividu yang
hidup dalam suatu kelompok dengan individu yang hidup dalam kelompok lain.
Ciri-ciri hewan tersebut dapat pula
ditemukan pada manusia. Kehidupan sosial manusia tersebut dipelajari oleh
filsafat, yang berusaha mencari hakikat masyarakat yang sebenarnya. Filsafat
sosial sering membedakan manusia sebagai individu dan manusia sebagai anggota
masyarakat. Pandangan aliran-aliran filsafat tentang realitas sosial itu berbeda-beda,
sehingga dapat ditemukan bermacam-macam aliran filsafat sosial.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu
proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi, yang memungknkan
generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis
terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat.
Perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan semakin intensif. Dengan
meningkatkan perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut, maka
lahirlah cabang sosiologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan merupakan
analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam
sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan
meliputi empat bidang:
1.
Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat
lain, yang mempelajari:
a. Fungsi
pendidikan dalam kebudayaan.
b. Hubungan
sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan.
c. Fungsi
sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan
kebudayaan.
d. Hubungan
pendidikan dengan kelas sosial atau sistem status.
e. Fungsionalisasi
sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2.
Hubungan kemanusiaan di sekolah yang
meliputi:
a. Sifat
kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah.
b. Pola
interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah.
3.
Pengaruh sekolah pada perilaku
anggotanya, yang mempelajari:
a. Peranan
sosial guru.
b. Sifat
kepribadian guru.
c. Pengaruh
kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.
d. Fungsi
sekolah dalam sosialisasi anak-anak.
4.
Sekolah dalam komunitas , yang
mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam
komunitasnya, yang meliputi:
a. Pelukisan
tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah.
b. Analisis
tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem sosial komunitas
kaum tidak terpelajar.
c. Hubungan
antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya.
d. Faktor-faktor
demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.
Keempat bidang yang
dipelajari tersebut sangat esensial sebagai sarana untuk memahami sistem dalam
kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat.
3. Landasan
Kultural
Pendidikan selalu
terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat
dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun
1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Sistem Pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan
mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat
dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara
formal.
Kebudayaan dapat
dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan melalui pendidikan. Sebagai contoh
dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan kepada
anak-anak untuk mengatakan sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan, bagaimana
mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Dalam kaitan dengan pakaian,
anak harus mempelajari dari anggota masyarakat yang lain tentang cara
menggunakan pakaian tertentu dan dalam peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai.
Untuk itu, anak-anak harus diajarkan pola-pola tingkah laku yang sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pokok
setiap sistem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak pola-pola tingkah laku yang esensial
tersebut.
Cara-cara mewariskan
kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru, berbeda
dari masyarakat ke masyarakat. Pada
masyarakat primitif, transmisi kebudayaan dilakukan secara informal dan
nonformal, sedangkan pada masyarakat yang telah maju transmisi kebudayaan
dilakukan secara informal, nonformal, dan formal. Pemindahan kebudayaan secara
formal ini melalui lembaga-lembaga sosial, utamanya sekolah. Pada masyarakat
yang sudah maju, sekolah sebagai lembaga sosial mempunyai peranan yang sangat
penting sebab pendidkan tidak hanya berfungsi untuk mentransmisikan kebudayaan
kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk
mentransformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman.
Dengan kata lain, sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan,
yakni sebagai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan.
4. Landasan
Psikologis
Pendidikan selalu
melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah
satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Pada umumnya landasan
psikologis dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia,
khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar. Pemahaman peseerta
didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu
kunci keberhasilan pendidikan. Karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis
sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, terutama pengetahuan
tentang aspek-aspek pribadi,urutan,
ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek,dan konsep tentang cara-cara paling
tepat untuk`mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologis menyediakan sejumlah
informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala
yang berkaitan dengan aspek pribadi.
Perbedaan individual
terjadi karena adanya perbedaan berbagai
aspek
kejiwaan antarpeserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan
bakat, tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan
aspirasi dan cita-cita, bahkan perrbedaan kepribadian secara keseluruhan.
Manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi dan potensi
yang harus dikembangkan. Dalam upaya memenuhi kebutuhannya
itu maka manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Kajian psikologis yang erat
hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir
dan belajar. Pekembangan kepribadian dipengaruhi oleh faktor keluarga juga
dipengaruhi oleh faktor hereditas (seperti keadaan fisik, inteligensi,
temperamen, dan sebagainya), dan faktor sosial budaya di luar lingkungan
keluarga.
5. Landasan
Ilmiah dan Teknologis
Pendidikan serta ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti
diketahuai, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata lain,
pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek.
Landasan antologis dari ilmu berkaitan dengan objek yang ditelaah oleh ilmu
adalah: apa yang ingin diketahui oleh ilmu, bagaimana wujud hakiki dari objek
tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia. Seperti
diketahui, ilmu membatasi objeknya pada fakta atau kejadian yang bersifat
empiris, yang dapat ditangkap oleh alat indera, baik secara langsung maupun
dengan bantuan alat lain (mikroskop, teleskop, dan sebagainya).
Landasan epistemologi
dari ilmu berkaitan dengan segenap proses untuk memperoleh pengetahuan ilmiah,
yakni bagaimana prosedurnya, apakah yang harus diperhatikan agar diperoleh
kebenaran, cara/teknik/sarana apa yang membantu untuk mendapatkannya. Ilmu
merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang disebut
metode keilmuan. Aksiologis dari ilmu
berkaitan dengan manfaat atau kegunaan pengetahuan ilmiah itu, yaitu: untuk apa
pengetahuan ilmiah itu dipergunakan, bagimana kaitannya dengan nilai-nilai
moral. Ilmu telah berjasa mengubah wajah dunia dalam berbagai bidang serta
memajukan kesejahteraan manusia. Iptek merupakan salah satu hasil dari usaha
manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang telah dimulai pada
permulaan kehidupan manusia.
2.1.3
Peserta didik dan aspek-aspeknya
Peserta didik berstatus sebagai
subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta
didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin
diakui keberadaannya.
Ciri
khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah :
-
Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis
yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
-
Individu yang sedang berkembang.
-
Individu yang membutuhkan bimbingan individual
dan perlakuan manusiawi.
-
Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2.1.4
Pendidik dan aspek-aspeknya
Yang dimaksud dengan pendidik
ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasaran peserta didik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pentransformasian (pengoperan) kewibawaan :
-
Untuk dapat mengikuti kewibawaan maka peserta
didik harus mengerti tentang kewibawaan. Hal ini dapat diperoleh perantaraan
pergaulan dengan pendidik.
-
Pendidik harus menyadari bahwa ia hanyalah
sekadar penghantar kewibawaan (gezag drager) dan dirinya bukan kewibawaan itu
sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pendidikan ialah menuruti
kewibawaan yang dibawakan oleh pendidik dan bukannya menuruti pendidiknya. Oleh
sebab itu, pendidik secara berangsur-angsur harus melepaskan diri dari
ikatannya dengan peserta didik. Dikatakan mendidik adalah membimbing untuk
melepaskan.
2.1.5
Isi / kurikulum pendidikan
Dalam sistem pendidikan
persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai
sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal.
Materi inti bersifat nasional yang mengandung isi pengendalian dan persatuan
bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebhinekaan
kekayaan budaya sesuai dengan kondisin lingkungan. Dengan demikian jiwa dan
semangat Bhineka Tunggal Ika dapat ditumbuhkembangkan.
Berdasarkan
deskripsi yang diberikan oleh beberapa penulis, kurikulum diartikan sebagai :
-
Seperangkat mata pelajaran dan materi
pelajaran yang terorganisir.
-
Rencana kegiatan untuk menentukan
pengajaran.
-
Rencana untuk membelajarkan peserta
didik.
-
Pengalaman belajar.
Dalam
kaitan ini, kurikulum mengandung dua aspek yaitu:
-
Aspek kesatuan nasional, yang memuat
unsur-unsur penyatuan bangsa.
-
Aspek lokal, yang memuat sifat-sifat
kekhasan daerah, baik yang berupa unsur budaya, sosial maupun lingkungan alam,
yang menghidupkan sifat kebhinekaan dan merupakan kekayaan nasional.
2.1.6
Alat, media, teknologi pendidikan
Alat diartikan sebagai segala sesuatu yang
dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.
1) Yang
bersifat preventif, yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman.
2) Yang
bersifat kuratif, yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya ajakan, contoh, nasihat, dorongan, pemberian
kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
Teknologi pendidikan adalah kajian dan praktik untuk membantu
proses belajar
dan meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan
sumber teknologi yang memadai.
Istilah
teknologi pendidikan sering dihubungkan dengan teori belajar dan pembelajaran.
Bila teori belajar dan pembelajaran mencakup proses dan sistem dalam belajar
dan pembelajaran, teknologi pendidikan mencakup sistem lain yang digunakan
dalam proses mengembangkan kemampuan manusia.
2.1.7
Strategi, pendekatan dan metode pendidikan
Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan
bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif
dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya
(2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna
perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual
tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan
pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran
dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
1) exposition-discovery learning
2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan
juga sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran,
yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
Pendekatan yang bersifat metodelogik dan (2) pendekatan yang bersifat materi.
Pendekatan Metodelogik berkenaan dengan
cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan ke dalam struktur kognitifnya,
yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut. Pendekatan Metodelogik
diantaranya adalah pendekatan intuitif, analitik, sintetik, spiral, induktif,
deduktif, tematik, realistik, dan heuristik. Sedangkan pedekatan material
adalah pendekatan pembelajaran matematika dimana dalam menyajikan konsep
matematika melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki siswa.
Metode Pembelajaran adalah cara menyajikan
materi yang bersifat umum. Metode pembelajaran dapat diartikan juga sebagai
cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan
strategi pembelajaran, diantaranya : ceramah, tanya jawab, diskusi, belajar kooperatif, demonstrasi, ekspositori, penugasan, experimen, dan sebagainya.
2.1.8
Lingkungan (environment) pendidikan
Lingkungan pendidikan
biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
-
Keluarga
Merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari
sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Suasana kehidupan
keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan
orang-seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan social. Lingkungan
keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang penting dan
menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara, membantu para ibu
dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya dengan optimal.
-
Sekolah
Merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk
melaksanakan pendidikan. Seperti telah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman,
keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi
muda terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan
sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembanguna
masyarakatnya itu.
-
Masyarakat
Kaitan
antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari 3 segi, yakni :
1.
Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan,
baik yang formal maupun non formal.
2.
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak
langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
3.
Dalam
masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang(by design)
maupun yang dimanfaatkan(utility). Perlu pula diingat bahwa manusia dalam
bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari
pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia
berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar
yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagaimana
yang sudah dijelaskan di atas bahwa pendidikan yang kita selenggarakan tidak
berdiri sendiri atau bahkan dikatakan berkembang dan mundurnya suatu bangsa,
bermoral dan tidaknya seorang peserta tergantung kepada lingkungan sekolah.
Dalam perspektif pendidikan terdapat tiga tempat terjadinya proses pendidikan
yaitu pendidikan dilembaga pendidikan, pendidikan lembaga keluarga dan
pendidikan oleh masyarakat.
Dengan paradigma yang sedemikian mendasar, maka bolehlah disimpulkan bahwa keberhasilan pendidikan sangat ditentukan unsure-unsur pendidikan itu sendiri yaitu Subyek yang dibimbing (peserta didik), Orang yang membimbing (pendidik), Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif), Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan), Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan), Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode), dan Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Amatlah berlebihan jika harapan keberhasilan hanya ditumpahkan kepada tida komponen pendidikan yaitu peserta didik, pendidik dan lingkungan pendidikan – semuanya memainkan peranan penting dalam proses keberhasilan pendidikan.
Dengan paradigma yang sedemikian mendasar, maka bolehlah disimpulkan bahwa keberhasilan pendidikan sangat ditentukan unsure-unsur pendidikan itu sendiri yaitu Subyek yang dibimbing (peserta didik), Orang yang membimbing (pendidik), Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif), Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan), Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan), Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode), dan Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Amatlah berlebihan jika harapan keberhasilan hanya ditumpahkan kepada tida komponen pendidikan yaitu peserta didik, pendidik dan lingkungan pendidikan – semuanya memainkan peranan penting dalam proses keberhasilan pendidikan.
Daftar Pustaka
Tirtarahardja, Umar dan La
Sulo.2008.Pengantar Pendidikan.Jakarta:PT
Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar