Jumat, 25 April 2014

EKONOMI ISLAM

A. NILAI-NILAI INSTRUMENTAL EKONOMI ISLAM
            Setiap sistem ekonomi memiliki nilai instrumental tertentu berdasarkan pada landasan filosofis yang dianutnya. Dalam sistem ekonomi kapitalis, nilai instrumentalnya adalah persaingan sempurna, kebebasan keluar-masuk pasar tanpa restruksi, informasi dan bentuk pasar yang atomistik-monopolistik. Sedangkan pada sistem ekonomi sosialis, nilai instrumentalnya adalah perencanaan ekonomi terpusat, sistem komando yang mekanistik, pemilikan faktor-faktor produksi oleh kaum proletar secara kolektif. Berbeda dengan nilai instrumental ekonomi kapitalis dan sosialis, dalam sistem ekonomi Islam nilai instrumentalnya ada lima, yaitu : zakat, larangan riba’, kerjasama, jaminan sosial, dan peranan negara. Kelima nilai instrumental strategis ini mempengaruhi tingkah laku ekonomi seorang Muslim, masyarakat, dan pengembangan ekonomi pada umumnya (dalam Ali, 1988:9).
1.      Zakat
Zakat adalah kewajiban keagamaan yang dibebankan atas harta kekayaan yang dimiliki seseorang menurut aturan tertentu yang harus didistribusikan kepada delapan kelompok sasaran (asnaf).
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Taubah :60)
Di dalam Al-Qur’an, perintah zakat selalu dirangkaikan dengan perintah sholat. Hal ini menunjukkan pentingnya shalat dan zakat sekaligus dalam membentuk kehidupan masyarakat yang harmonis. Perlu ditegaskan pula bahwa zakat bukanlah pajak yang merupakan sumber pendapatan negara. Oleh karena itu, orang yang berkewajiban membayar zakat, bukan berarti bebas membayar pajak negara.
Walaupun kekayaan merupakan suatu hakikat dari pajak dan zakat, namun pada dasarnya zakat berbeda dari pajak. Pasalnya, pajak (pajak penghasilan) dikenakan pada pendapatan, sedangkan zakat itu cakupannya lebih komperhensif. Artinya, zakat bukan bunga yang dibebankan pada tabungan, tetapi juga pada harta benda, terutama harta kekayaan yang tertimbun dan tidak digunakan. Zakt merupakan perintah Illahi kepada orang Islam yang harus dibayarkan secara sukarela. Karena zakat buan pajak, maka pemerintah tidak dapat bebas menggunakan uang yang dipungut dari zakat. Distribusi zakat harus ditujukan kepada kelompok yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an.
Peranan zakat, baik zakat harta maupun zakat fitrah dalam pemerataan pendapatan, akan kentara bila dihubungkan dan dilaksanakan dengan nilai instrumental lainnya.

2.      Larangan Riba’
Di dalam Al-Qur’an maupun hadist, berulang kali ditegaskan perihal larangan riba’, di antaranya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”(Q.S.Al-Baqarah :278)
Riba’ berarti bertambah atau mengembang. Menurut istilah, riba’ adalah tambahan dalam pembayaran hutang sebagai imbalan jangka waktu selama hutang tersebut belum terbayar. Riba’ terdiri dari beberapa jenis, yaitu : riba’ fadhal, qardhi, yadh, dan nasi’ah. Namun yang relevan dengan kasus ini adalah riba’ nasi’ah dan fadhal.
Riba’ nasi’ah adalah tambahan yang terjadi dalam hutang-piutang berjangka waktu sebagai imbalam waktu tersebut. Riba’ nasi’ah juga disebut riba’ jahiliyah, karena biasa dilakukan pada zaman jahiliyah. Riba’ tersebut dilarang, karena ada unsur eksploitasi manusia atas manusia, pemerasan oleh orang kaya terhadap orang miskin. Sedang riba fadhal adalah tambahan yang diperoleh seseorang sebagai hasil pertukaran dua barang yang sejenis. Misalnya, pertukaran antara 1 gram emas dengan 2 gram emas. Kelebihan yang dipertukarkan tersebut dinamakan riba’ fadhal.

3.      Kerjasama Ekonomi
Kerjasama ekonomi merupakan watak masyarakat ekonomi menurut Islam. Kerjasama ekonomi harus dilaksanakan dalam semua tingkat kegiatan ekonomi, produksi, distribusi barang atau jasa. Salah satu bentuk kerjasama ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam adalah Qiradh. Qiradh adalah kerjasama antara pemilik modal dengan pengusaha yang memiliki keahlian dalam melaksanakan unit-unit ekonomi. Dalam dunia ekonomi, qiradh dikenal dengan penyertaan modal (participatory loan) tanpa bunga yang didasarkan pada bagi hasil (profit loss sharing) atas usaha yang disepakati.
Dalam operasionalisasi perbankan Islam, qiradh mempunyai dua bentuk, yaitu : mudharabah dan murabahah. Di dalam mudharabah, bank Islam membiayai seluruh operasi unit ekonomi, sedangkan pengusaha yang memiliki keahlian dan tenaga kerja sebagai pelaksana operasi kegiatan unit ekonomi. Di dalam murabahah, pembiayaan kegiatan unit ekonomi oleh bank Islam itu untuk perdagangan dalm negeri maupun luar negeri atas dasar keuntungan.

4.      Jaminan Sosial
Di dalam Al-Qur’an banyak dijumpai ajaran yang mengatur kehidupan sosial-kemasyarakatan, termasuk ajaran yang bertujuan untuk menjamin tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut, antara lain :
a.       Manfaat sumber daya alam harus dapat dinikmati oleh semua makhluk Allah.
 وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu....” (Q.S. Al-An’am :38)
وَالْأَرْضَ وَضَعَهَا لِلْأَنَامِ
Allah telah memeratakan bumi untuk makhluk-Nya.”(Q.S.Al-Rahman :10)
b.      Kehidupan fakir-miskin (dhuafa’) harus mendapat perhatian dari masyarakat yang mempunyai kekayaan lebih dari cukup (aghaniya’).
 وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ 
“Orang-orang yang dalam hartanya ada bagian tertentu (untuk orang lain)” (Q.S.Al-Ma’arij :24)
c.       Kekayaan tidak boleh hanya berputar di antara orang-orang kaya.
 الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ
“yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung,”(Q.S.Al-Humazah :2)

d.      Orang Islam diperintahkan agar selalu berbuat kebaikan kepada masyarakat, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada semua manusia.
 وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“....dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,...”(Q.S. Al-Qashash :77)

e.       Orang Muslim yang tidak mempunyai kekayaan diperintahkan agar bersedia menyumbangkan tenaganya untuk tujuan sosial.
 الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ
“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya....”(Q.S. Al-Taubah :79)

f.       Dalam menyumbangkan sesuatu untuk kepentingan sosial dan kepentingan pribadi serta keluarganya sebagai unit terkecil dalam masyarakat, seorang Muslim dilarang mencari pujian dari sesama manusia.
 يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ إِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ
“Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin.”(Q.S. Al-Taubah :62)
g.      Jaminan sosial harus diberikan, sekurang-kurangnya, kepada ereka yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai pihak yang berhak atas jaminan sosial (QS. Al-Baqarah: 273 dan Al-Taubah: 60).

5.      Peranan Negara
Campur tangan negara itu sebagai pemilik manfaat dari sumber-sumber daya alam, produsen, distributor, dan sebagai institusi pengawas kehidupan ekonomi melalui lembaga hisbah (pengawasan). Peranan negara diperlukan dalam instrumentasi dan funsionalisasi nilai-nilai ekonomi Islam dalm aspek legal, perencanaan, dan pengawasannya dalam pengalokasian sumber-sumber daya maupun dana, pemerataan pendapatan dan kekayaan, serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.

B. SISTEM EKONOMI ISLAM DI ANTARA KAPITALISME DAN SOSIALISME
                        Jika dipandang semata-mata dari tujuan dan prinsip ekonomi, tidak ada perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain. Sebab semua sistem ekonomi, termasuk sistem ekonomi Islam, menurut Daud Ali, bekerja di atas tujuan yang sama, yaitu mengupayakan pemuasan atas berbagai keperluan hidup, baik hajat hidup pribadi maupun hajat hidup masyarakat secara keseluruhan. Di samping itu, setiap sistem ekonomi bekerja di atas motif ekonomi yang sama, yaitu berusaha mencapai hasil sebesar-besarnya dangan tenaga dan ongkos seminim-minimnya.
                        Namun jika dilihat dari perbedaan keperluan hidup yang harus dipenuhi, terdapat perbedaaan dalam pelaksanaan tujuan, terutama dalam pelaksanaan prinsip ekonomi. Karena perbedaan-perbedaan itu pula, muncul beragam sistem ekonomi yang mempengaruhi pemikiran dan kegiatan ekonomi manusia sekarang ini, yaitu sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Disamping kedua sistem ekonomi itu, kini sedang dikembangkan satu sistem ekonomi yang disebut sistem ekonomi Islam.
                        Sistem ekonomi Islam sangat berbeda dari ekonomi kapitalis maupun sosialis. Ekonomi Islam bukan pula berada di tengah-tengah antara keduanya, karena sangat bertolak-belakang dengan sistem ekonomi kapitalis yang lebih bersifat individual dan sistem ekonomi sosialis yang memberikan hampir semua tanggung jawab kepada penetunya yang boleh dan tidak boleh ditransaksikan.
                        Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem-sistem ekonomi lainnya. Adapun yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem-sistem ekonomi lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh Suroso (dalam Lubis, 2000:15), adalah :
1.      Asumsi dasar dan norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan. Dalam sistem ekonomi Islam, yang menjadi asumsi dasarnya adalah syariat Islam. Syariat Islam tersebut diberlakukan secara menyeluruh, baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, pengusaha maupun pemerintah di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk keperluan jasmani maupun rohani. Perintah agar melaksanakan ajaran Islam dalam seluruh kegiatan umat Islam dapat dilihat dalam Q.S. Al-Baqarah : 208.
2.      Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Hal ini dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S. Al-Rum : 41.

3.      Motif ekonomi Islam adalah mencari keseimbangan dunia dan akhirat dengan jalan beribadah dalam arti yang luas. Persoalan motif ekonomi menurut pandangan Islam dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S. Al-Qashash : 77.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar