Kamis, 28 Maret 2013

Manajemen


MANAGEMEN PENDIDIKAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kepekaan melihat kondisi global yang bergulir dan peluang masa depan menjadi modal utama untuk mengadakan perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan. Modal ini akan dapat menjadi pijakan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik inilah diperlukan berbagai komitmen untuk perbaikan kualitas. Ketika melihat peluang, dan peluang itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi pijakan untuk mengembangkan pendidikan yang disertai komitmen yang tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah efek domino (positif) dalam pengelolaan organisasi, strategi, SDM, pendidikan dan pengajaran, biaya, serta marketing pendidikan.
Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Walaupun masih terdapat institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.
Jika manajemen pendidikan sudah tertata dengan baik dan membumi, niscaya tidak akan lagi terdengar tentang pelayanan sekolah yang buruk, minimnya profesionalisme tenaga pengajar, sarana-prasarana tidak memadai, pungutan liar, hingga kekerasan dalam pendidikan.
1.2  Tujuan
1.2.1        Mampu memahami arti pendidikan sebagai sebuah system managemen pendidikan.
1.2.2        Mampu menjelaskan pendidikan sebagai sebuah system managemen pendidikan.
1.2.3        Mampu mengamalkan pendidikan sebagai sebuah system managemen pendidikan.

1.3  Rumusan Masalah
1.3.1        Bagaimana pendidikan sebagai sebuah system managemen pendidikan?
1.3.2        Apa saja unsur, komponen, dan faktor-faktor pendidikan ?
1.3.3        Apa saja azas-azas pendidikan dan landasan kependidikan ?
1.3.4        Bagaimana peserta didik dan aspek - aspeknya ?
1.3.5        Bagaimana pendidik dan aspek – aspeknya ?
1.3.6        Bagaimana dengan isi / kurikulum pendidikan ?
1.3.7        Apa yang dimaksud dengan alat, media, dan teknologi pendidikan ?
1.3.8        Bagaimana dengan strategi, pendekatan dan metode pendidikan ?
1.3.9        Bagaimana dengan lingkungan ( environment ) pendidikan ?



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pendidikan sebagai sebuah system manajemen pengelolaan
2.1.1        Unsur, komponen dan faktor-faktor pendidikan
Secara umum unsur-unsur dasar pendidikan terdiri atas 7 unsur yaitu :
1. Subyek yang dibimbing (peserta didik)
2. Orang yang membimbing (pendidik)
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Dalam aktivitas ada enam faktor pendidikan yang dapat membentuk pola interaksi atau saling mempengaruhi. Adapun keenam faktor pendidikan tersebut, meliputi :
            A. Faktor tujuan - Adalah usaha pencapaian oleh peserta didik tentang hasil praktek pendidikan baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat secara luas.
            B. Faktor pendidikan - Dalam hal ini kita dapat membedakan pendidikan itu menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Pendidik menurut kodrati, yaitu orang tua.Sebagai orang tua wajib pertama sekali memberikan didikan kepada anaknya, selain asuhan, kasih sayang, perhatian dan sebagainya.
2. Pendidik menurut jabatan yaitu guru. Guru adalah sebagai pendidik yang menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orang tua, masyarakat dan Negara. Tanggung jawab dari orang tua diterima guru atas kepercayaan yang mampu memberikan pendidikan dan pengajaran dan diharapkan pula dari pribadi guru dapat memancarkan sikap-sikap yang normatif baik, sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat orang tua pada umumnya.
C. Faktor peserta didik - Adalah orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.
            D. faktor isi / materi pendidikan yang termasuk dalam arti / materi pendidikan ialah segala sesuatu oleh penddidk yang akan langsung disampaikan kepada peserta didik.
            E. Faktor metode pendidikan - Agar interaksi dapat berlangsung baik dan tercapai tujuan, maka disamping dibutuhkan pemilihan materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula. Metode adalah cara menyampaikan materi untuk mencapai tujuan pendidikan.
            F. Faktor lingkungan - Adalah yamg meliputi kondisi dan alam dunia yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan manusia.

2.1.2        Azas-azas pendidikan dan landasan kependidikan
·                     Azas – azas pendidikan
Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus pendidikan di Indonesia, terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut bersumber baik dari kecenderungan umum pendidikan di dunia maupun yang bersumber baik dari pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan di Indonesia.
1.      Asas Tut Wuri Handayani
Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Depdikbud, pada awalnya merupakan salah satu dari “Asas 1922” yakni tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa (didirikan 3 Juli 1922). Asas ataupun semboyan tut wuri handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari Drs. R.M.P. Sostrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan menambahkan semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing Ngarso Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa. (Raka Joni, et. al. 1985: 38; Wawasan Kependidikan Guru, 1982:93).
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:
-          Ing ngarso sang tulada (jika di depan, menjadi contoh)
-          Ing madya mangun karsa (jika di tengah-tengah, membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi),dan
-          Tut wuri handayani (jika di belakang, mengikuti dengan awas)
2.      Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education).  Pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus:
a.       Meliputi seluruh hidup setiap individu.
b.      Mengarah kepada pembentukan, pembaruan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatan kondisi hidupnya.
c.       Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu.
d.      Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri.
e.       Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termassuk yang formal, non-formal dan informal.
3.      Asas Kemandirian dalam Belajar
Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar. Asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin seseeorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan guru maupun orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menepatkan guru dalam peran utama sebagai  fasilitator dan motivator, di samping peran-peran lain: informator, organisator, dan sebagainnya. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga mamudahkan peserta didik berinteraksi denagn sumber-sumber tersebut. Sedang sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu. Pengembangan kemandirian dalam belajar ini dimulai dalam kegiatan intrakurikuler, yang dikembangkan dan dimantapkan dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Kegiatan tatap muka atau intrakurikuler berfungsi membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara pemanfaatan berbagai sumber belajar,yang akan menjadi dasar pengembangan kemandirian dalam belajar di dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri, atau kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler itu.
·                     Landasan kependidikan
Pendidikan adalah suatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke generasi di mana pun di dunia ini. Meskipun pendidikan itu universal, namun terjadi perbedaan-perbedaan tertentu sesuai dengan pandangan hidup dan latar sosial kebudayaan setiap masyarakat tertentu.  Dengan kata lain, pendidikan diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup serta berlandasskan sosiokultural setiap masyarakat.
1.      Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok, seperti: apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat. Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi dalam kehidupan dan dunia. Konsepsi-konsepsi filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor, yaitu:
a.       Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan.
b.      Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada diantara keduanya, kawasannya seluas dengan religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat timbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia.
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Filsafat pendidikan berupaya menjawab secara kritis dan mendasar berbagai pernyataan pokok sekitar pendidikan, seperti apa, mengapa, ke mana, bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan tidak segera tampak, sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan ketepatannya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan. Ketepatan setiap keputusan dan tindakan, serta diikuti dengan upaya pemantauan dan penyesuaian yang menerus, sangat penting karena koreksi setelah diperoleh hasilnya akan sangat sulit dan sudah terlambat.
Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip  dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
a.       Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai  zoon politicon, homo sapiens,, animal educandum, dan sebagainya.
b.      Masyarakat dan kebudayaannya.
c.       Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
d.      Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan.
            Wayan Ardana dan kawan-kawan mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan hanya mempengaruhi pendidikan, tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat pendidikan, seperti; idealisme, realisme, perenialisme, esensialisme,pragmatisme progresivisme, juga eksisistensialisme. Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis; dengan kata lain, paham ini menyatakan yang berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan kepada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia.
            Aliran filsafat yang bercorak keagamaan ikut pula mempengaruhi pemikiran tentang pendidikan, baik pada permulaan filsafat Yunani kuno maupun/terutama pada era pengaruh filsafat yang dipengaruhi agama Islam, Hindu, Katolik, Protestan, dan sebagainya. Meskipun seringkali terjadi pertentangan antara agama dan filsafat, namun terdapat beberapa tokoh besar yang mengemukakan pandangan filosofis yang berpijak pada filsafat agama, seperti Ibnu Sina, Al-Gazali, dan Ibnu Rusd dari agama Islam. St, Thamas Aquinas dari agama Katolik, Laotse dari Tacis di China, dan sebagainya.
            Selanjutnya perlu dikemukakan secara ringkas empat mahzab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan, adalah sebagai berikut:
1)                  Esensialisme
Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme. Esensialisme itu menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme dengan tidak meleburkan prnsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan dasar tinjauan filosofis bagi mata pelajaran sejarah, sedangkan ilmu pengetahuan alam diajarkan berdasarkan tinjauan yang realistik.
2)                  Perenialisme
Ada persamaan antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya  membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok . perbedaanya, ialah perenialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu: pengetahuan yang benar, keindahan, da kecintaan kepada kebaikan.
3)                  Pragmatisme dan Progresivisme
Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip antara lain:
a.       Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar.
b.      Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belejar.
c.       Guru harus menjadi seorang penelitidan pembimbing kegiatan belajar.
d.      Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk
e.       melakukan reformasi pedagogis dan eksperimentasi.
4)                  Rekonstruksionisme
Mazhad rekontruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang pengalaman kemasyarakatan masa kini di sekolah, tetapi haruslah memelopori masyarakat ke arah masyarakat baru yang diinginkan. Dengan demikian, tidak setiap individu dan kelompok akan memecahkan masalah kemasyarakatan secara sendiri-sendiri sebagai akses progesivisme.
Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan suatu ideologi kemasyarakatan yang demokratis. Keunikan mazhab ini ialah teorinya mengenai peranan guru, yakni sebagai pemimpin dalam metode proyek yang memberi peranan kepada murid cukup besar dalam proses pendidikan. Namun sebagai pemimpin penelitian, guru dituntut supaya menguasai sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan pertumbuhan muridnya.
2.      Landasan Sosiologis
Manusia selalu hidup berkelompok, sesuatu yang juga terdapat pada makhluk hidup lainnya, yakni hewan. Meskipun demikian, pengelompokkan manusia jauh lebih rumit dari pengelompokkan hewan. Pada hewan, hidup berkelompok memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.                   Ada pembagian kerja yang tetap pada anggotanya.
b.                  Ada ketergantungan antara anggota.
c.                   Ada kerja sama antara anggota.
d.                  Ada komunikasi antara anggota.
e.                   Ada diskriminasi antarindividu yang hidup dalam suatu kelompok dengan individu yang hidup dalam kelompok lain.
Ciri-ciri hewan tersebut dapat pula ditemukan pada manusia. Kehidupan sosial manusia tersebut dipelajari oleh filsafat, yang berusaha mencari hakikat masyarakat yang sebenarnya. Filsafat sosial sering membedakan manusia sebagai individu dan manusia sebagai anggota masyarakat. Pandangan aliran-aliran filsafat tentang realitas sosial itu berbeda-beda, sehingga dapat ditemukan bermacam-macam aliran filsafat sosial.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi, yang memungknkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang:
1.                  Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari:
a.       Fungsi pendidikan dalam kebudayaan.
b.      Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan.
c.       Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan kebudayaan.
d.      Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau sistem status.
e.       Fungsionalisasi sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2.                  Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi:
a.       Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah.
b.      Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah.
3.                  Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari:
a.       Peranan sosial guru.
b.      Sifat kepribadian guru.
c.       Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.
d.      Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak.
4.                  Sekolah dalam komunitas , yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi:
a.       Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah.
b.      Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem sosial komunitas kaum tidak terpelajar.
c.       Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya.
d.      Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.
Keempat bidang yang dipelajari tersebut sangat esensial sebagai sarana untuk memahami sistem dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat.
3.      Landasan Kultural
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal.
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan melalui pendidikan. Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakan sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Dalam kaitan dengan pakaian, anak harus mempelajari dari anggota masyarakat yang lain tentang cara menggunakan pakaian tertentu dan dalam peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai. Untuk itu, anak-anak harus diajarkan pola-pola tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pokok setiap sistem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak  pola-pola tingkah laku yang esensial tersebut.
Cara-cara mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru, berbeda dari masyarakat ke masyarakat.  Pada masyarakat primitif, transmisi kebudayaan dilakukan secara informal dan nonformal, sedangkan pada masyarakat yang telah maju transmisi kebudayaan dilakukan secara informal, nonformal, dan formal. Pemindahan kebudayaan secara formal ini melalui lembaga-lembaga sosial, utamanya sekolah. Pada masyarakat yang sudah maju, sekolah sebagai lembaga sosial mempunyai peranan yang sangat penting sebab pendidkan tidak hanya berfungsi untuk mentransmisikan kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk mentransformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman. Dengan kata lain, sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan, yakni sebagai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan.
4.      Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar. Pemahaman peseerta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, terutama pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi,urutan,  ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek,dan konsep tentang cara-cara paling tepat untuk`mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologis menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antarpeserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat, tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita, bahkan perrbedaan kepribadian secara keseluruhan. Manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi dan potensi yang harus dikembangkan.  Dalam upaya memenuhi kebutuhannya itu maka manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Kajian psikologis yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir dan belajar. Pekembangan kepribadian dipengaruhi oleh faktor keluarga juga dipengaruhi oleh faktor hereditas (seperti keadaan fisik, inteligensi, temperamen, dan sebagainya), dan faktor sosial budaya di luar lingkungan keluarga.
5.      Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti diketahuai, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata lain, pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Landasan antologis dari ilmu berkaitan dengan objek yang ditelaah oleh ilmu adalah: apa yang ingin diketahui oleh ilmu, bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia. Seperti diketahui, ilmu membatasi objeknya pada fakta atau kejadian yang bersifat empiris, yang dapat ditangkap oleh alat indera, baik secara langsung maupun dengan bantuan alat lain (mikroskop, teleskop, dan sebagainya).
Landasan epistemologi dari ilmu berkaitan dengan segenap proses untuk memperoleh pengetahuan ilmiah, yakni bagaimana prosedurnya, apakah yang harus diperhatikan agar diperoleh kebenaran, cara/teknik/sarana apa yang membantu untuk mendapatkannya. Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang disebut metode keilmuan.  Aksiologis dari ilmu berkaitan dengan manfaat atau kegunaan pengetahuan ilmiah itu, yaitu: untuk apa pengetahuan ilmiah itu dipergunakan, bagimana kaitannya dengan nilai-nilai moral. Ilmu telah berjasa mengubah wajah dunia dalam berbagai bidang serta memajukan kesejahteraan manusia. Iptek merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia.

2.1.3        Peserta didik dan aspek-aspeknya
            Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
                        Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah :
-                      Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
-                      Individu yang sedang berkembang.
-                      Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
-                      Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.

2.1.4        Pendidik dan aspek-aspeknya
Yang dimaksud dengan pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pentransformasian (pengoperan) kewibawaan :
-          Untuk dapat mengikuti kewibawaan maka peserta didik harus mengerti tentang kewibawaan. Hal ini dapat diperoleh perantaraan pergaulan dengan pendidik.
-          Pendidik harus menyadari bahwa ia hanyalah sekadar penghantar kewibawaan (gezag drager) dan dirinya bukan kewibawaan itu sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pendidikan ialah menuruti kewibawaan yang dibawakan oleh pendidik dan bukannya menuruti pendidiknya. Oleh sebab itu, pendidik secara berangsur-angsur harus melepaskan diri dari ikatannya dengan peserta didik. Dikatakan mendidik adalah membimbing untuk melepaskan.  

2.1.5        Isi / kurikulum pendidikan
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang mengandung isi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisin lingkungan. Dengan demikian jiwa dan semangat Bhineka Tunggal Ika dapat ditumbuhkembangkan.
Berdasarkan deskripsi yang diberikan oleh beberapa penulis, kurikulum diartikan sebagai :
-          Seperangkat mata pelajaran dan materi pelajaran yang terorganisir.
-          Rencana kegiatan untuk menentukan pengajaran.
-          Rencana untuk membelajarkan peserta didik.
-          Pengalaman belajar.
Dalam kaitan ini, kurikulum mengandung dua aspek yaitu:
-          Aspek kesatuan nasional, yang memuat unsur-unsur penyatuan bangsa.
-          Aspek lokal, yang memuat sifat-sifat kekhasan daerah, baik yang berupa unsur budaya, sosial maupun lingkungan alam, yang menghidupkan sifat kebhinekaan dan merupakan kekayaan nasional.

2.1.6        Alat, media, teknologi pendidikan
Alat  diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.
1)      Yang bersifat preventif, yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga  hukuman.
2)      Yang bersifat kuratif, yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya  ajakan, contoh, nasihat, dorongan, pemberian kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
Teknologi pendidikan  adalah kajian dan praktik untuk membantu proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai. Istilah teknologi pendidikan sering dihubungkan dengan teori belajar dan pembelajaran. Bila teori belajar dan pembelajaran mencakup proses dan sistem dalam belajar dan pembelajaran, teknologi pendidikan mencakup sistem lain yang digunakan dalam proses mengembangkan kemampuan manusia.

2.1.7        Strategi, pendekatan dan metode pendidikan
Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
1) exposition-discovery learning
2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan juga sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan yang bersifat metodelogik dan (2) pendekatan yang bersifat materi.
Pendekatan Metodelogik berkenaan dengan cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan ke dalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut. Pendekatan Metodelogik diantaranya adalah pendekatan intuitif, analitik, sintetik, spiral, induktif, deduktif, tematik, realistik, dan heuristik. Sedangkan pedekatan material adalah pendekatan pembelajaran matematika dimana dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki siswa.

Metode Pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang bersifat umum. Metode pembelajaran dapat diartikan juga sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya : ceramah, tanya jawab, diskusi, belajar kooperatif, demonstrasi, ekspositori, penugasan, experimen, dan sebagainya.

2.1.8        Lingkungan (environment) pendidikan
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
-                      Keluarga
Merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan orang-seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan social. Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang penting dan menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara, membantu para ibu dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya dengan optimal.
-                      Sekolah
Merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Seperti telah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembanguna masyarakatnya itu.
-                      Masyarakat
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari 3 segi, yakni :
1.                   Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang formal maupun non formal.
2.                  Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
3.                  Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang(by design) maupun yang dimanfaatkan(utility). Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya.


















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas bahwa pendidikan yang kita selenggarakan tidak berdiri sendiri atau bahkan dikatakan berkembang dan mundurnya suatu bangsa, bermoral dan tidaknya seorang peserta tergantung kepada lingkungan sekolah. Dalam perspektif pendidikan terdapat tiga tempat terjadinya proses pendidikan yaitu pendidikan dilembaga pendidikan, pendidikan lembaga keluarga dan pendidikan oleh masyarakat.
            Dengan paradigma yang sedemikian mendasar, maka bolehlah disimpulkan bahwa keberhasilan pendidikan sangat ditentukan unsure-unsur pendidikan itu sendiri yaitu Subyek yang dibimbing (peserta didik), Orang yang membimbing (pendidik), Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif), Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan), Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan), Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode), dan Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
            Amatlah berlebihan jika harapan keberhasilan hanya ditumpahkan kepada tida komponen pendidikan yaitu peserta didik, pendidik dan lingkungan pendidikan – semuanya memainkan peranan penting dalam proses keberhasilan pendidikan.









Daftar Pustaka

Tirtarahardja, Umar dan La Sulo.2008.Pengantar Pendidikan.Jakarta:PT Rineka Cipta